Sabtu, 22 Agustus 2009

Laporan Buku Kharismatik Bercampur dengan Perdukunan- Djaka Christianto Silalahi

Dalam buku ini Silalahi mencoba untuk berapologet/melakukan pembelaan terhadap kritikan-kritikan yang dilakukan oleh Ir. Herlianto M.Th terhadap gerakan Kharismatik yang dianggap tidak jauh berbeda dengan pola perdukunan yang ada. Herlianto melihat bahwa gerakan Kharismatik yang berkembang dengan pesat saat-saat ini, dikarenakan adanya kecenderungan bercampur (sinkretis) dengan perdukunan. Herlianto menilai bahwa Kharismatik cenderung keluar dari kekristenan, karena tata cara dan ajaran yang dipakai Kharismatik cenderung mistis, batiniah dan bahkan di luar rasio. Oleh karena adanya generalisasi sepintas dari Herlianto, penulis (baca Djaka Silalahi) mencoba untuk memberikan jawaban-jawaban dengan menampilkan paradigma yang menyeluruh mengenai Kharismatik dan sekaligus juga mencoba untuk menampilkan kekeliruan yang dilakukan Herlianto atas Kharismatik yang cenderung menilai bahwa semua Kharismatik sinkretis dengan perdukunan.
Perlu dipahami bahwa sinkretisme adalah percampuran satu agama dengan agama lain, atau adanya pengaruh suatu agama di dalam agama lain. Bahaya dari hal ini ialah hilangnya kemurnian suatu agama dan terbentuknya sikap kompromistis. Hal ini menurut Herlianto ada di dalam gerakan Kharismatik yang sedang berkembang dengan pesat saat ini. Herlianto menilai bahwa suatu penekanan di dalam pengajaran pada suatu komunitas Kharismatik berarti itu sama dengan yang lainnya. Padahal penekanan pada suatu pengajaran, belum tentu menjadi suatu kesamaan bagi yang lainnya, walaupun sama-sama berdiri di bawah “payung” Kharismatik. Generalisasi secara sepintas menyebabkan kesalahan dalam sudut pandang yang ada.
Beberapa cara yang dilakukan oleh Ir. Herlianto dalam dakwaannya terhadap Kharismatik :
1. Mendiskreditkan seluruh Kharismatik
2. Menyejajarkan tokoh Kharismatik dengan pemimpin bidat karismatis lainnya
3. Mengenakan stempel yang diberikan terhadap aliran Theologi Sukses kepada gerakan Kharismatik dan
4. menyebutkan sinkretisme kepada seluruh gerakan Kharismatik (jika hal ini dilakukan hanya kepada suatu komunitas Kharismatik tertentu, tidaklah menjadi masalah, karena ada kemungkinan benar hal tersebut, tetapi jika digeneralisasikan tuduhannya, maka ini adalah suatu kesalahan)
kemungkinan terbesar kesalahan yang dilakukan oleh Herlianto adalah perbedaan dalam kerangka berpikir atau persepsi theologis yang dimiliki. Herlianto mengkritik akan pandangan-pandangan yang ada di dalam teologi Kharismatik berdasarkan kritikan terhadap teologi Sukses dan pemahaman teologinya sendiri. Dan tiga alasan yang memungkinkan Herlianto menyatakan bahwa Kharismatik sinkretis dengan perdukunan karena, a. karena berbeda pandangan teologis, b. adanya akar kesalahpahaman, baik itu disengaja maupun tidak disengaja, c. dan kemungkinan metode yang digunakan kurang tepat.
Sedikit latar belakang dari gerakan Kharismatik:
Berbicara mengenai Gereja, berarti akan berbicara antara lain mengenai corak dari kekristenan yang ada dan munculnya atau lahirnya suatu aliran di dalam Gereja. Saat sekarang ini kekristenan di bagi menjadi 3 kelompok-diluar Katolik dan Bala Keselamatan-yaitu kelompok Injili, Liberal dan Pentakosta-Kharismatik. Kaum Injili adalah kelompok yang mempercayai bahwa Yesus Kristus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia, mati di kayu salib dan bangkit pada hari yang ke-3, serta di percayai sebagai satu-satunya jalan menuju Surga. Kelompok ini mempercayai bahwa Alkitab adalah Firman Allah yang tanpa kekeliruan. Kelompok atau golongan Liberal tidak mempercayai bahwa Yesus pada hakikatnya adalah Allah. Mereka percaya hanya pada gelar-gelar Yesus saja sebagai Anak Allah, Mesias, Nabi, Guru dan sebagainya. Kelompok ini tidak mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan masuk ke Surga dan juga tidak mempercayai bahwa Alkitab “berisi” Firman Allah. Akibatnya mereka kurang terlibat dalam penginjilan, tetapi giat dalam menyatakan kasih Allah melalui aksi-aksi sosial. Dan untuk kelompok Kharismatik (yang menjadi bahan persoalan), adalah terlebih baik untuk mengetahui kelahiran dari gerakan ini.
Benih kelahiran gerakan ini mulai pada abad ke-16 dimaana muncul gerakan The Quakers yang dipelopori oleh George Fox (1624-1690). Ciri khas gerakan ini adalah penetapan dan penyingkapan Roh Kudus, suara batiniah, saat teduh, penglihatan, kesembuhan, nubuatan, bahasa lidah, corak hidup sederhana, otonomi Gereja, pemisahan Gereja dengan Negara, dan persekutuan doa di rumah-rumah. Secara singkat terlihat bahwa sebagian dari karakteristik di atas mengarah kembali kepada karakteristik Gereja zaman Perjanjian Baru. Kemudian tahun 1670-1725 muncul dua gerakan baru, Pietism-Philip Jacob Spenner dan August Francke yang menekankan pada pekabaran Injil, kekudusan hidup, penafsiran Alkitab oleh orang awam, suara hati nurani serta pertumbuhan rohani secara pribadi, Second Blessing-John Wesley yaitu pengudusan pada saat pertobatan dan kesucian ke arah kesempurnaan melalui pekerjaan Roh Kudus. Akhirnya pada abad ke-19 muncul gerakan “kebangunan besar” yang diprakarsai oleh D.L Moody dkk yang memberikan akar kuat kepada kaum Injili dan Pentakostalisme karena pengaruh ‘pietisme”.
Disini dapat diketahui bahwa karakteristik dari gerakan ini dipengaruhi oleh gerakan Pietisme (karakteristiknya : pekabaran Injil perorangan dan lintas budaya, kebangunan rohani, kebaktian di luar gedung Gereja, persekutuan di rumah-rumah, serta baptisan dan karunia-karunia Roh Kudus. Dan tokoh yang mempelopori gerakan ini pada abad ke-20 adalah Demos Shakarian seorang petani jutawan dengan latar belakang Armenian.
Awal dari gerakan ini dimulai di kalangan Episkopalian tahun 1959 saat John dan Joan Baker mengalami baptisan Roh Kudus dengan tanda bahasa roh dan disusul oleh Dennis bennet dan Frank Maquire pada tahun yang sama. Dan dalam perkembangannya, erakan Kharismatik memiliki beberapa aliran yang kemudian mengelompokkan para pengikutnya. Ada tiga gerakan yaitu, Later Rain Movement, Positive Conffesion Theology, dan The Third Wave Movement. Sekalipun demikian mainlinenya, tetap Demos Shakarian yang menjadi mayoritas.
Dengan adanya latar belakang dari suatu aliran yang dipelajari akan memudahkan di dalam memahami dan mengkritik akan sesuatu yang di anggap “berbeda” dari yang biasanya.
Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan filosofis, Herlianto meyakini akan kon sep hubungan antara Roh Kudus dan Gereja, tetapi dalam waktu yang bersamaan pula, ia tidak dapat menerima kenyataan bahwa ada yang “sudah duluan ngetrend” dengan Roh Kudus di dalam Gereja, sehingga hal ini bisa saja menimbulkan “sirik” atas sesuatu yang lebih dari yang ada. Mengenai status Anak Allah, Herlianto tidak dapat menerima jika seseorang yang dengan mulutnya mencaci maki seseorang, dan di waktu yang lain ia mempergunakan mulutnya untuk menyembah Allah. Kesalahan yang dilakukan adalah Herlianto mengkaitkan hal ini dengan hubungan sebab-akibat dengan identitas status di hadapan Allah. Padahal Alkitab berkata (menurut Silalahi) identitas anak Allah ditentukan oleh kelahiran kembali Roh Kudus melalui iman kepada Yesus Kristus. Seseorang disebut sebagai anak Allah karena Roh Kudus bersaksi demikian di dalam rohnya (teologi Calvin). Hal ini kemungkinan kurang rasional oleh Herlianto, tetapi dalam beberapa kasus, terkadang yang dianggap kurang rasional bisa saja menjadi rasional dengan sesuatu yang supra-power. Di dalam Kharismatik sendiri mengakui adanya Rhema atau inisiatif Allah, yaitu pekerjaan Roh Kudus dalam mengucapkan ulang Firman yang telah tertulis sehingga menjadi “hidup” bagi perorangan tertentu dalam suatu situasi tertentu pula.
Mengenai peran Allah dan peran manusia itu sendiri bukanlah dua hal yang bercampur dan adanya peniadaan peran di dalam suatu keadaan karena suatu alasan tertentu. Herlianto menilai bahwa hal ini terjadi di dalam Kharismatik (seolah-olah terkadang manusia bisa untuk mengatur Tuhannya). Menurutnya Kharismatik mempunyai konsep atau “Yesus” yang lain yang tidak berbeda jauh dengan Panteisme. Kesalahpahaman ini bisa saja terjadi jika tidak ada pengertian terlebih dahulu mengenai apa yang sedang terjadi dengan peran Allah dan peran manusia itu sendiri di dalam teologi Kharismatik.
Mengenai akhir zaman atau hari-hari terakhir, termasuk hari ini, Kharismatik masih meyakini bahwa Roh Kudus itu sendiri masih bekerja dan kuasa Allah masih bekerja di dalam kehidupan manusia. Hal ini akan mengalami keberatan penerimaan, jika di dalam pengertian yang ada terjadi kesalahpahaman tafsiran atau kesalahpahaman konsep yang ada mengenai pekerjaan Roh Kudus itu sendiri. Banyak orang yang meyakini bahwa Roh Kudus dan kuasa mukjizat Allah sudah terjadi di masa yang lalu, dan telah berhenti di masa tersebut (hampir mirip dengan paham Deisme), namun di dalam Alkitab sendiri menyatakan bahwa Roh-Nya akan selalu menyertai umat-Nya. Hal ini berarti mukjizat dan pekerjaan Roh Kudus itu sendiri belum berhenti bekerja di hari ini dan hari-hari terakhir.
Selain hal-hal di atas, salah satu kriteria untuk menyerang Kharismatik adalah permasalahan di dalam tubuh Gereja Kharismatik, yaitu, perpecahan di dalam Gereja yang menurut Herlianto hal ini tidak mungkin terjadi jika Roh Allah bekerja di dalamnya. Satu masalah yang bisa dikatakan merupakan 100% unsur manusia yang lebih menonjol di dalanya adalah masalah perbedaan pemahaman, visi-misi, dan keegoisan yang dimiliki orang-perorangan di dalam Gereja tersebut. Ini bukan masalah Roh Allah bekerja di dalam Gereja tersebut atau tidak, tetapi permasalahannya ada pada pemikiran manusia yang ada di dalamnya. Pekerjaan dan Roh Kudus tidak pernah salah di dalam menjalankan tugasnya (terserah anda setuju atau tidak-ini tergantung dari konsep apa yang anda miliki), yang sering salah dalam menafsir apa yang dikehendaki Allah adalah adanya “kepentingan-kepentingan” lain di dalam menjalankan tugas yang diemban. Dan hal ini merupakan keegoisan manusia dan sekaligus kesalahan manusia di dalam melakukan apa yang telah dipercayakan padanya. Hal ini menurut saya bukan karena “kurangnya” kuasa Tuhan atau Tuhan tidak mempunyai kuasa atas keegoisan manusia, tetapi manusia itu sendiri telah diberikan suatu kehendak bebas oleh Allah, dimana ia dapat memilih mengikuti kata Tuhan atau kata-katanya sendiri (kadang-kadang disertai kata-kata dari dompet yang ada di saku). Sekali lagi hal-hal ini bisa saja terjadi, jika ada kesalahpahaman dan ketidaktahuan dalam suatu hal yang sedang terjadi.
Rasio memang benar dibutuhkan agar tidak terjadi salah mengerti di dalam menanggapi sesuatu. Dan harus juga diakui bahwa di dalam suatu kondisi tertentu rasio idak dapat memahami sesuatu yang irasional, yaitu sesuatu yang adikodrati atau supranatural. Gereja di Indonesia pada dasarnya bercorak teologi barat yang memeganb kuat pada rasio. Namun sekali-lagi ada hal-hal di mana rasio tunduk pada sesuatu yang supranatural dan adikodrati.

Perbedaan mendasar yang ada antara teologi Kharismatik dengan teologi non Kharismatik :
 Konsep tentang manusia (trikotomi yaitu pendirian bahwa manusia dalam dinamikanya terbedakan antara roh, jiwa dan tubuh, sedangkan dikotomi atau konsep tentang hakikat manusia yang terdiri dari dua unsur, yaitu tubuh dan jiwa, dalam arti bahwa roh dan jiwa tidak dapat dibedakan/dipisahkan, yang implikasinya dapat meluas kepada pelayanan pelepasan dan kesembuhan batin ;
 Konsep tentang dinamika dinamika pekerjaan Roh Kudus (misalnya dalam mengobarkan karunia-karunia Roh yang bersifat mistik dan supranatural), termasuk dalam kegiatan memuji dan berdoa dalam roh, serta mukjizat ;
 “Tingkat penerimaan” dalam perilaku praktis tentang pendirian bahwa Allah masih berbicara hingga hari ini dan penerimaan adanya perbedaan dinamika (bukan hakikat) antara rhema dan logos, yang berimplikasi pada pengembangan kepekaan “telinga rohani” untuk mendengarkan suara atau isyarat Roh Kudus secara langsung ;
 Konsep tentang baptisan, perpuluhan, dan kegerejaan, dan sebagainya.
Kharismatik sendiri juga menekankan pengalaman rohani (cenderung subjektif) ketimbang rumusan ajaran. Beberapa pokok pengajarannya, antara lain (yang khas Kharismatik) :
a. Berpumpun pada Yesus. Pumpunan pada Yesus diungkapkan dalam keyakinan bersama bahwa Yesus adalah Pemberi Baptisan Roh Kudus
b. Pujian merupakan hasil pertama dari luapan Baptisan Roh Kudus. Orang mampu untuk memiliki kemampuan baru untuk memuliakan Allah
c. Kecintaan pada Alkitab
d. Allah Berbicara hari ini. Orang-orang yang mendapat Baptisan Roh mendengar suara Tuhan. Mengalami bahwa Tuhan berkomunikasi langsung dan menuntun dalam kehidupan mereka
e. Penginjilan
f. Kewaspadaan akan si Jahat
g. Karunia-karunia Roh
h. Pengharapan Akhir Zaman. Hal ini penekanannya ada pada kerinduan umat Tuhan akan kedatangan-Nya yang kedua kali, dan
i. Kuasa Rohani
Untuk Gereja Protestan Tradisional, secara umum menerima bahwa pada prinsipnya menerima keabsahan pengalaman Pentakostal dan pemberlakuan Charismata (karunia-karunia Roh), tetapi menolak dengan tegas mengenai teologi Kharismatik mengenai “berkat kedua” (yaitu Baptisan Roh) yang menyusuli pertobatan,dan juga menolak Glosolalia sebagai pertanda kepenuhan atau keperolehan Roh Kudus. Untuk Gereja yang beraliran Injili, menilai bahwa Kharismatik mementingkan pengalaman dan karunia rohani, tetapi dalam sisi yang bersamaan mereka merosotkan nilai dan wibawa dari Kitab Suci. Hal ini di satu sisi membuat banyak orang menuduh kaum Kharismatik sebagai Fundamentalis, sementara di lain pihak kaum Fundamentalis justru menilai bahwa pandangan dan praktik kaum Kharismatik bersama kaum Pentakostal telah sangat jauh menyimpang dari Alkitab. Oleh John McArthur dalam bukunya The Charismatics (Grand Rapids Zondervan, 1978,hlm.199-200), mengemukakan sekurang-kurangnya ada sepuluh perbedaan antara Kharismatik dengan Fundamentalis dan sebagian besar Injili dalam hal : pemahaman dan penggunaan Alkitab, yaitu menyangkut pewahyuan, penafsiran, wibawa, transisi historis dari nas-nas tertentu di dalam Alkitab, karunia-karunia rohani, Baptisan Roh, penyembuhan, bahasa lidah/Glosolalia, dan spiritualitas. Dan harus dipahami juga bahwa Baptisan Roh atau “second blessing” yang ada di dalam tubuh Kharismatik , bukanlah sebuah sakramen dan juga bukanlah sebuah Baptisan ulang yang di yakini oleh beberapa Gereja, termasuk beberapa diantaranya adalah pecahan dari Kharismatik itu sendiri.
J. Ngelow dalam bukunya “Gerakan Kharismatik di Indonesia” (dalam berita Oikumene no. 215, juni 1994, hlm.24-25) menyatakan bahwa “gerakan Kharismatik di Indonesia muncul akibat dari kelalaian Gereja-gereja di dalame pelayanan. Karena itu gerakan ini seharusya menyadarkan Gereja-gereja untuk lebih tanggap terhadap kebutuhan rohani warga jemaat, terutama dalam mengarahkan mereka menghadapi berbagai perubahan dalam masayarakat, baik akibat program pembangunan nasional maupun akibat pengaruh perkembangan global. Bangsa Indonesia sedang menghadapi perkembangan besar yang menuntu kesiagapan Gereja di dalam mempersiapkan jemaatnya. Dari sejarah kita belajar bahwa kegagalan Gereja akan berakibat munculnya berbagai gerakan-gerakan alternatif yang umumnya menawarkan suau corak keagamaan yang konservatif (sebagaimana gerakanKharismatik) , suatu pilihan yang bagaimanapun lebih baik dari pada melarikan diri dari agama kepada obat bius dan berbagai bentuk pelarian modern lainnya. Tetapi mengenai Baptisan Roh, Glosolalia, tidak membuka baru bagi perspektif fungsi Gereja di dalam masyarakat, padahal manusia menghadapi masalah-masalah sosial yang memerlukan bukan hanya Baptisan Roh dan Glosolalia, melainkan pelayanan kasih. Kekristenan yang diperlukan di Indonesia dewasa ini, bukan lagi dari jenis dan keberagamaan ritual individual, melainkan bertekanan etik sosial, kontekstual, dan terbuka terhadap hubungan dialogis dengan agama-agama lain.”
Hal-hal diatas, baik dari pendiskreditan Kharismatik ke dalam sinkretis dan tanggapan yang ada oleh Silalahi, juga sejarah dan perbedaan yang ada antara Kharismatik dan teologi dan konsep dari aliran-aliran yang lainnya, sekiranya dapat memberikan kepada kita suatu persepsi baru dan informasi yang berguna dalam kehidupan kita secara pribadi, untuk lebih berhati-hati dalam menilai dan meyakini sesuatu yang sedang kita amati dan kita percayai.
by: Yarun F. Bire (joy)-Institut Teologi Indonesia (INTI) Bandung