Hipersomnia
Sebutlah seorang pemuda
bernama Hari, berusia akhir dua puluhan. Usia yang sangat produktif. Tapi di
sela aktivitas sehari-harinya, ia sering mengalami kantuk yang tidak
tertahankan. Di tengah pekerjaan, beberapa kali ia harus meletakkan kepala sejenak
untuk tidur sebentar. Terutama pada jam-jam tertentu seperti setelah makan
siang. Sepulang bekerja ketika ‘hang out’
bersama teman-teman pun ia terkadang harus duduk sebentar di cafe, memesan kopi
lalu tidur bertopang tangan selama beberapa menit. Ketika bangun, ia merasa
bugar dan bisa beraktivitas kembali.
Teman-teman dekat, apalagi
keluarga sudah maklum dengan kondisi ini. Hari telah mengalaminya sejak masih
duduk di bangku SMU. Tak heran jika orang tuanya tak lagi mengijinkannya untuk
berkendara sendirian. Ya, beberapa kali ia alami kecelakaan karena ‘meleng’.
Setelah berkeliling dokter
dan orang ‘pintar’, berbagai diagnosa
diberikan. Mulai dari saraf lemah, kadar gula yang tidak stabil, kurang darah
hingga depresi atau gangguan jiwa. Berbagai pengobatan dijalani, Hari sempat
merasa lebih baik, tapi di hati kecilnya ia terus bertanya-tanya tentang apa
yang dialaminya.
Narkolepsi
Kantuk yang berlebihan banyak
dialami orang di Indonesia dengan derajat yang bervariasi. Dari yang hanya
menguap, kekurangan konsentrasi hingga seperti Hari yang tak kuat menahan
kantuknya lagi.
Tetapi hipersomnia barulah
gejala, ada beberapa penyakit tidur dengan gejala kantuk berlebihan ini. Yang
paling umum adalah sleep apnea dengan gejala mendengkur, sementara lainnya adalah
periodic limb movements in sleep dengan gejala kaki yang bergerak periodik
dalam tidur.
Dulu, semua orang dengan
hipersomnia disebut narkolepsi. Ini disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan
tentang penyakit tidur. Narkolepsi adalah penyakit tidur ‘ngantukan’
yang pertama ditemukan. Sebelumnya, dunia medis sama sekali tak mengenal kantuk
berlebihan. Baru belakangan ditemukan penyakit-penyakit tidur lain yang
ternyata berbeda dengan narkolepsi. Akhirnya, muncullah istilah hipersomnia
untuk membedakan narkolepsi dengan penyakit tidur lainnya.
Narkolepsi adalah penyakit
tidur yang menyerang sistem pengaturan tidur R. Tidur R adalah tahapan tidur
dimana kita kebanyakan bermimpi. Akibat gangguan ini terjadi kekacauan antara
kondisi terjaga dan mimpi. Bisa dikatakan seorang penderita narkolepsi tak
benar-benar lelap saat tidur dan tak benar-benar terjaga saat bangun.
Narkolepsi termasuk penyakit
tidur yang jarang ditemukan. Hal ini diperburuk dengan tenaga medis yang tak
terbiasa dengan penyakit-penyakit tidur. Bahkan Amerika dengan jumlah penderita
narkolepsi satu dari 3.000 penduduk, hanya sekitar 25 persen penderita yang
terdiagnosis. Itu pun butuh rentang waktu 3 hingga 15 tahun dari pertama kali
gejala muncul hingga terdiagnosis.
Gejala khas narkolepsi ada
empat, yaitu hipersomnia, lumpuh tidur, halusinasi hipnagogic dan katapleksi.
Hipersomnia adalah kantuk yang berlebihan. Berbeda dengan hipersomnia penyakit
tidur lain, hipersomnia pada narkolepsi adalah yang paling berat.
Lumpuh tidur dan halusinasi
hipnagogic dikenal dengan sebutan ketindihan atau ereup-ereup di Indonesia. Ini
terjadi karena menjelang bangun atau saat akan tidur, gelombang otak mimpi
bercampur dengan kondisi terjaga. Bisa dikatakan berada setengah sadar dan
setengah mimpi. Akibatnya, muncul halusinasi hadirnya sosok lain di sekitar.
Bisa berupa hantu, arwah, bayangan atau bahkan alien, tergangtung latar
belakang kebudayaan seseorang. Kelumpuhan tidur adalah ciri khas dari tidur R
dimana sebagai pengaman agar badan tak bergerak-gerak mengikuti isi mimpi,
otot-otot dilumpuhkan.
Jika Anda alami ini, bukan
berarti otomatis menderita narkolepsi lho. Bercampurnya gelombang otak terjaga
dan R bisa terjadi juga saat kita kelelahan akibat kurang tidur yang ekstrim.
Katapleksi adalah kelumpuhan
yang dipicu oleh emosi yang kuat, bisa emosi sedih, marah atau gembira.
Kelumpuhan ini bersifat sementara, tapi sangat mengganggu, bahkan membahayakan.
Bayangkan jika terjadi saat memasak atau berkendara. Contoh saja Hari, ketika
ia bercanda hingga terpingkal-pingkal katapleksi menyerang. Seolah merambat,
tiba-tiba ia merasa otot-otot wajah tak bisa dikendalikan. Rahangnya jatuh,
mulutnya membuka dan piring di tangan terjatuh. Untung teman-temannya sempat
menopang sebelum terjatuh. Saat lain, ketika menonton film komedi ia
tertawa-tertawa hingga seluruh tubuh mendadak lemas. Serangan katapleksi
berlangsung beberapa menit saja. Walau tampak seolah pingsan, penderita masih
sadar dengan sekitarnya.
Apa yang Salah?
Penderita narkolepsi memiliki
kadar hipokretin yang rendah. Hipokretin itu neurotransmitter yang mendorong
agar kita tetap terjaga.
Narkolepsi belum tentu
menurun, walau kadang dapat ditemukan juga adanya keluarga yang memiliki gejala
yang mirip. Ia bisa menyerang siapa saja.
Jika terdapat katapleksi,
kemungkinan besar sel-sel yang bertugas menghasilkan hipokretin jumlahnya
sangat kurang. Sampai saat ini, para ahli masih meneliti penyebab berkurangnya
sel-sel ini. Sementara diduga penyakit ini bersifat autoimun. Artinya sistem
daya tahan tubuh salah mengenali sel-sel ini sebagai sel asing yang harus
dihancurkan.
Mekanisme hipersomnia sangat
berbeda dengan yang terjadi pada penderita sleep apnea atau periodic limb
movements in sleep (PLMS). Narkolepsi, yang terserang adalah sistem Pengaturan
tidur R, sedang sleep apnea dan PLMS proses tidur normal terpotong-potong
hingga tanpa sadar kualitas tidur jadi buruk.
Pemeriksaan dan Perawatan
Untuk diagnosis narkolepsi
diperlukan pemeriksaan tidur khusus. Umumnya pemeriksaan tidur dilakukan malam
hari saja, tetapi umtuk narkolepsi diperlukan tambahan pemeriksaan multiple
sleep latency test (MSLT) yang dilakukan pagi hingga sore setelah pemeriksaan
tidur satu malam.
Pemeriksaan tidur dilakukan
di laboratorium tidur dengan menggunakan alat berupa polisomnografi (PSG).
Polisomnografi sendiri sebenarnya merupakan pemeriksaan EEG (gelombang otak),
nafas, oksigen dan jantung (EKG) yang dijadikan satu. Jadi, pasien akan diminta
untuk menginap dengan dilekatkan pada sensor-sensor. Tapi jangan bayangkan
laboratorium tidur sebagai tempat menyeramkan yang penuh dengan peralatan
elektronik. Sebaliknya, laboratorium tidur sangatlah nyaman.
Pemeriksaan tidur malam,
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit-penyakit tidur lain.
Paginya dilanjutkan dengan pemeriksaan MSLT, dimana pasien diminta kembali
tidur berulang kali. Seluruhnya ada 5 tidur siang yang berjarak satu setengah
sampai dua jam.
MSLT bertujuan untuk melihat
seberapa mengantuknya seseorang dengan menghitung waktu yang dibutuhkan untuk
tidur, atau biasa disebut sleep onset. Misalkan ia diminta tidur jam 9:00 pagi,
lalu tertidur jam 9:15 berarti sleep onset nya adalah 15 menit. Selain itu,
dilihat juga begitu tertidur masuk dalam tahap tidur apa. Dikatakan positif
menderita narkolepsi bila seseorang rata-rata jatuh tidur lebih cepat dari 5
menit, atau terdapat dua tidur siang dimana begitu tertidur langsung masuk
tahap tidur R.
Sedihnya, sampai saat ini
belum ditemukan obat untuk menyembuhkan narkolepsi. Yang ada adalah obat-obatan
untuk meredakan gejala. Seperti obat untuk cegah katapleksi dan halusinasi
hipnagogik, serta obat untu atasi kantuk.
Tetapi penekanan perawatan
narkolepsi adalah bagaimana caranya agar penderita hidup normal dengan
pengobatan minimal. Contoh saja Hari, ia mencoba menyesuaikan jadwal aktivitas,
tidur dan medikasi. Di pagi hari ia minum obat penghilang kantuk dan obat
pencegah katapleksi. Setelah makan siang, ia sempatkan tidur siang 20-30 menit
untuk menopang produktivitasnya. Sebelum pulang, ia pun beristirahat sejenak di
meja kerjanya. Ketika sangat mengantuk, ia memilih menggunakan taksi dibanding
berkendara pulang.
Narkolepsi, diderita oleh
jutaan orang di dunia. Apakah Anda penderita narkolepsi? Jangan takut, Anda
tidak sendirian. Penderita narkolepsi tak ada bedanya dengan orang biasa, bisa
gagal, bisa patah semangat namun bisa juga berprestasi.